Tuesday, March 1, 2011

menerima apa adanya bukan berarti tanpa usaha


kali ini saya akan coba mengulas arti nrimo ing pandum walaupun sebenarnya saya sendiri belum bisa menjalankanya.Ada sebagian kita yang memahami konsep Nrimo ing Pandum dengan kacamata yang kurang tepat. Pandangan yang kurang tepat ini adalah menganggap bahwa Nrimo Ing Pandum adalah konsep totaliter yang menerima apa adanya. Yen wis jadi Kere ya sudah, yen wis miskin ya sudah, yen kekurangan ya sudah.
Padahal sebenarnya Nrimo Ing Pandum ini mengandung arti yang luas dan dalam (= Volume? ).
Arti sebenarnya Nrimo Ing Pandum (Saya diberitahu kakek, sssttt tapi ini rahasia…) : Dalam hidup kita harus berusaha semaksimal mungkin (atau ngoyo) dan menancapkan cita-cita tujuan yang jelas (target). Sedangkan apapun hasilnya nanti kita bertawakal dan berserah diri.
Jangan malah sebaliknya, usahanya santai-santai saja tetapi pas berurusan dengan hasil selalu ngoyo, ngotot dll, dan kalau tidak tercapai berusaha bagaimana caranya bisa mencapai ( halal haram entar dulu).
Konsep Nrimo Ing Pandum, lebih dalam lagi tidak mendasarkan ukuran pada kebendaan. Materi melimpah berarti sukses dan bahagia, materi sedikit berarti gagal dan tidak bahagia.
Kebahagiaan adalah 100% milik sang Raja yaitu Hati (Qalb) kita. Nrimo Ing Pandum adalah keadaan bertawakal dan berserah diri pada Allah, karena percaya penuh bahwa manusia hanya dapat berupaya dengan segala daya dan sarana yang dimilikinya, sedang hasil adalah 100% hak penuh dan hak prerogatif Allah s.w.t.
Nrimo ing pandum, adalah salah satu filsafat jawa yang memiliki filosofi sangat dalam. Oleh sebab itu,tidak bijaksana apabila filosofi ini hanya diartikan dari 3 deret kata tersebut, bahwa orang harus menerima segala yang diperoleh, tanpa perlawanan dan tanpa usaha untuk berubah.
Nrimo ing pandum sesungguhnya adalah sebuah manajemen internal pribadi Jawa, yang dengan sadar melihat bahwa : dalam hidup ini tidak selalu  kenyataan yang kita terima,  sama dengan yang kita harapkan. Selalu ada hal-hal yang tidak kita sukai, yang tidak kita inginkan,  yang nantinya ternyata adalah bagian dari pembelajaran dan pembekalan tentang kehidupan.
Kedalaman filosofi Jawa yang sederhana ini, terletak pada sebuah kesadaran bahwa ” Apa yang ada, bahkan yang paling bertolak belakang dengan kondisi ideal yang kita inginkan adalah bagian dari kehendak Sang Maha Hidup, Allah SWT”.
Allah menghendaki dunia ini sebagai tempat bertemunya dua hal yang yang sering kita maknai menyenangkan dan tidak menyenangkan, seperti halnya siang – malam, terang-gelap, sedih-bahagia, dll.
Filosofi Jawa sangat menyadari bahwa “Wong Urip Sakdremo nglampahi” (orang hidup hanya sekedar menjalani) dengan segala daya, upaya dan modal hidup yang sangat istimewa, yaitu akal dan hati.
Dengan akal, kita berhak dan wajib mengupayakan dan merubah segala sesuatu yang menurut akal kita tidak menyenangkan, tidak kita harapkan menjadi sebaliknya. Walaupun sebenarnya  semua itu  adalah hasil  pemikiran dari diri kita sendiri
Apakah tidak berlebihan, dengan akal yang sedemikian terbatas,  kita harus mampu menghadapi kesulitan dan masalah?. Memang berat, tetapi….. tidakkah dengan hati yang pasrah justru akan menjadi lebih tegar  saat menghadapi segala kesulitan ?.
Filosofi Jawa sesungguhnya menyadarkan kita  bahwa apabila ada satu kesusahan, kesulitan atau masalah berhasil kita lalui,  adalah  bagian yang memang harus kita rasakan demi mendewasakan dan memperkaya khasanah batin kita, hingga membuahkan rasa syukur yang tulus…

SPONSOR : __HOSTING MURAH____BELAJAR BISNIS ONLINE__ __BISNIS PULSA__ __INTERNET SYARI'AH__

0 komentar:

Post a Comment

komentar anda